Seorang Janda Cantik Yang Mengajariku Seks Dan Menjadi Istriku
- Home
- Cerita sex janda
- Seorang Janda Cantik Yang Mengajariku Seks Dan Menjadi Istriku
Hari ini merupakan hari yg aku nanti-nantikan. Hari untuk pertama kali aku menggunakan sepeda motor ke sekolah. Sepulang sekolah, aku tdk langsung balik ke rumah, tp aku hendak keliling-keliling dulu dgn motor baruku. Pas di pertigaan, aku lihat sebuah motor matic hitam. Bukan motornya sih yg aku kagumi, tp apa yg ada di atas jok motor tersebut yg membuat mataku tak mau memalingkannya. Sebuah pantat yg montok, sexy, yg dibalut celana legging hitam tipis sehingga terlihat jelas cetakan CD nya. Karena waktu itu tak ada tujuan pasti, maka aku pun memutuskan untuk mengikuti motor itu. Lumayan pemandangan indah untuk bahan onani, pikirku.
Setelah sekitar sepuluh menit keliling-keliling, motor itu masuk ke sebuah gang komplek perumahan. Hingga satu belokan motor itu berhenti dan cewek itu menghentikan motorku.
“Haduhh, gawat, bakal ketahuan nih gue.” gumamku dlm hati.
cewek itu menghampiriku. cewek yg lumayan manis, tp terlalu tua sih untuk anak seusia aku.
“Heh! Ngapain loe dari tadi ngikutin gue?! Mau ngerampok ya?!” kata cewek itu dgn nada tinggi.
“Siapa yg ngikutin, kebetulan searah kali, tante. filmbokepjepang.sex ”aku mencoba mengelak.
“Searah apanya! Emang loe mau kemana? Ini gang buntu, cuma rumah gue yg ada di sana.”
Setelah kuperhatikan, memang ternyata tdk ada jalan pada gang itu.
“Tp ngga mau ngerampok kok, tante.” aku coba berpikir mencari alasan lain.
“Nah, terus loe mau ngapain?!” nadanya masih tinggi.
“Ngga ada maksud apa-apa kok tante, sumpah!”
“Mendingan jujur aja deh loe, atau gue teriakin maling!” nadanya mengancam.
Mati dah gue kalau sampai diteriakin maling trus di massa.
“I-iya, tante Aku memang ngikuti tante, tp ngga maksud ngikuti tantenya”
“Terus apanya yg loe ikutin?!”
“Eh, anu pantatnya” jawabku sambil meringis malu.
“Kurang ajar banget loe!”
“Tp tante jg sih yg salah” aku mulai mencari pembenaran.
“Maksud loe?”
“Iya, tante sih punya pantat seksi banget, terus pake legging tipis lagi. Jadi deh kaya magnet yg menarik mata aku sampai ke sini.”
“Dasar loe!” nadanya gusar.
“Jadi loe suka liat pantat gue? Masuk loe!” wanita itu menyuruhku masuk ke rumahnya.
Aku pun pasrah menuruti perintahnya. Setelah kuparkir motor di halaman depan rumahnya, aku pun mengikuti cewek tersebut masuk ke dlm.
“Duduk loe!” katanya sambil melepas helm, cewek itu menyuruhku duduk di sofa. Kulihat bentuk tubuhnya tinggi besar, montok, pantat besar, buah dada jg montok, dgn rambut panjang yg dicat coklat.
Setelah melepas sepatu dan helm, aku pun duduk di sofa seperti yg diperintahkan olehnya.
“Jadi loe suka liat pantat gue? Nih loe liatin deh sampe puas!” cewek itu naik ke atas meja dan langsung menungging mengarahkan pantatnya ke mukaku.
Aku sangat terkejur dan hanya bisa melongo melihat pantat gede yg begitu indah. kemaluanku pun bereaksi melihat pantat yg indah dan seksi itu.
“Udah puas belum loe? Nih gue kasih lihat jg dalemnya.” cewek memelorotkan legging dan CD nya.
Nampak pantat dan paha putih bersih dgn lubang pantat kecoklatan di depan mataku. Baru pertama aku lihat bokong wanita tanpa sehelai benang pun. Tubuhku panas dingin, jantungku berdetak semakin cepat, mataku tak berkedip menatapnya.
“Kenapa loe bengong aja, gobolok!” bentaknya.
“I i iya, tante. putri77.org Emang aku harus gimana?” aku terhenyak kaget.
“Ya loe remesin kek, di elus kek apa di mainin kek jangan didiemin aja.”
“Eh, e-emang boleh di mainin, tante?”
“Goblok banget sih loe, ngapain jg gue buka celana kalau cuma loe diemin? Cepetan!”
“I iiya, tante.” dgn agak ragu, aku mulai meraba pantat itu, kuelus-elus perlahan, terasa halus sekali. Kuremas-remas benda bulat yg terasa kenyal itu. Nampak cewek itu mengeliat merasa nikmat.
“Terus gimana lagi, tante?” aku bingung mau ngapain lagi, takutnya cewek ini tak suka.
“Yah, nanya lagi… loe pernah nonton film xxx belum?”
“Udah, tante, kalau lagi onani.” jawabku jujur.
“Ya udah, loe lakuin aja kaya yg di film xxx.” katanya.
Aku pun mulai menciumi pantat itu, kujilati jg lubang anusnya. Lalu turun lagi ke bawah, ke bulu-bulu meqi yg sedikit terlihat.
“Udah, hentikan dulu.” cewek itu menyuruhku berhenti, lalu dia turun dari atas meja dan membuka semua celananya.
Kemudian dia duduk di sofa sambil mengangkangkan kakinya. Kepalaku ditarik dan ditempelkan di kemaluanya. Aroma yg khas langsung tercium di hidungku, aroma yg baru pertama kali aku rasakan… Dan saat aku sudah tidak tahan lagi akan nafsu ini maka kumulai lah ini .
Aku pun mulai beraksi layaknya bintang film xxx. Aku jilat-jilatin meqinya dan aku mainin itilnya. Penisku semakin tegang dan keras. Karena merasa pegal terganjal celana, maka akupun membuka celanaku. Lama kelamaan aku pun tdk tahan dgn bau meqi wanita itu. Lalu aku mulai menaikkan jilatan ke atas perutnya. Wanita itu hanya menggelinjang, matanya tertutup dan kulihat mulutnya sedang menggigit bibir bagian bawah.
Jilatanku semakin naik ke atas. Kusingkap baju biru yg ia pakai hingga di atas dada. Nampak sepasang buah dada yg hampir tumpah dari BH saking gedenya. Kukeluarkan buah dada dari cup BH-nya dan kuremas-remas penuh nafsu. Kupilin-pilin putingnya yg sebelah kanan, sementara yg sebelah kiri kuisap-isap seperti bayi.
Aku naik ke atas sofa, kutarik kaosnya hingga terbuka. Dgn mata yg masih terpejam, wanita itu menurutinya. Aku tak tahan ketika melihat bibirnya yg memakai lipstick warna merah muda. Aku julurkan penisku hendak memasukkan ke mulutnya yg membuat nafsu itu. Namun waktu penisku menyentuh bibirnya, wanita itu menjerit kaget. ”Auw! Mau apa kamu?!” teriaknya.
“Ma-maaf, tante… katanya lakuin aja kaya di film bokep. Di film bokep itu punya cowoknya dikulum sama si cewek.” kataku lugu.
“Iya, tp bilang-bilang dulu donk, jadi gue gak kaget.” katanya.
“Gila, penis lu gede jg yah?” gumamnya suka.
Tangannya mulai memegangi penisku yg sdh tegang dari tadi. Mulutnya langsung menyambar dan mengulumnya. Rasa hangat dan nikmat aku rasakan di batang penisku, apalagi waktu lidahnya menyentuh lubang kecil di kepala penisku. Uhh, aku langsung menggelinjang.
Setelah beberapa saat, wanita itu melepaskan kulumannya dan menyuruhku memasukkan penisku ke meqinya. Beberapa saat aku mencoba memasukkan, namun karena baru pertama kali, aku kesulitan. Lalu wanita itu menuntun penisku masuk ke meqinya dan… sleeeb!
“Hmmmmm..” dia mendesah saat penisku berhasil masuk menembus selangkangannya.
Rasa hangat terasa di batang penisku. Aku pun mencoba untuk menggoyangkannya, semakin cepat aku bergoyang, semakin keras jg ia mendesah. Lalu tanganku dituntun ke itilnya. Wanita itu menginginkan aku memainkan itilnya.
“Iya, terus.. terus… yg kenceng… lebih kenceng lagi…” tubuh wanita itu menggeliat.
“Ahhh… aaah…” lalu tubuhnya berhenti dan mulai melemas.
Pada saat itu jg meqinya terasa mencengkeram batang penisku, aku jadi tak tahan lagi dan akhirnya…
Creett.. Creett.. Creett.. Creett…! Aku pun keluar, darahku terasa naik, lututku terasa lemas.
Ternyata jauh lebih nikmat daripada keluar sewaktu onani. Aku pun langsung mengenakan celana seragam abu-abu yg tercecer di lantai.
“Sdh mau pulang?” tanya cewek itu.
“Iya, tante.”
“Nikmat ngga?”
“Nikmat banget, tante.” jawabku sambil meringis.
“Sini bayar!” cewek itu menadahkan tangannya ke arahku.
“Harus bayar ya, tante?” tanyaku bingung.
“Ya iya lah. Nidurin nenek-nenek yg mangkal aja di jalan harus bayar kok.”
“Be-berapa, tante?” aku mulai bingung.
“Lima ratus ribu.” jawabnya.
“Tp aku ngga bawa uang tante.” padahal emang ngga punya uang.
“Ya udah, loe ngutang ke gue.. nanti lu ambil duitnya terus anterin ke sini. Mana nomer HP lu?”
Aku pun memberikan nomer HP-ku dan cewek itu me-miscall untuk ngecek kebenaran nomerku. Setelah itu cepat-cepat aku pamit pulang. Aku pulang dgn perasaan yg campur aduk, antara senang dan bingung.
Seminggu sdh kejadian itu berlalu. Ketika aku pulang sekolah, tiba-tiba HP-ku berbunyi. Aku waktu itu sedang nongkrong sendirian di depan sekolah. Aku angkat telepon itu dan terdengar suara perempuan.
“Mana utang lu?!” tanpa ucap salam atau basa-basi.
“Maaf, tante, udah seminggu ini aku sakit, jadi ngga bisa keluar rumah.” aku mencari alasan padahal aku gak punya uang.
“Emang sakit apaan?” tiba-tiba ada yg menepuk pundakku dari belakang.
Ternyata si tante itu sdh ada di belakangku.
“Yah… skak math dah.” suaraku pasrah.
“Maaf ya, tante, aku ngga punya uang sebanyak itu.” lanjutku.
“Katanya uangnya ketinggalan, kalau ngga punya uang ya bilang aja. Ya udah, bayarnya ntar aja kalau loe sdh punya uang.” jawabnya.
“Sekarang ikut yuk.”
“Mau kemana, tante?” tanyaku bingung.
“Jalan-jalan aja, gue lagi bete nih.”
Aku langsung menghidupkan motorku dan menyuruh tante itu naik.
“Ngapain ngidupin motor?” tanyanya.
“Lha, kan aku ngga liat tante bawa motor, ya udah aku boncengin.”
“Yee.. mending lu aja deh yg ikut mobil gue.” katanya sambil menunjuk mobil Honda Jazz berwarna merah yg sdh terparkir dari tadi.
Aku pun menitipkan motorku ke Mang diman pemilik warung tempatku biasa nongkrong. Aku ikut mobilnya. Di jalan, aku tak berani bicara, masih kepikiran hutang 500 ribuku ke tante itu. Dan akhirnya si tante yg memulai pembicaraan duluan.
“Kenapa loe diem aja?” tanyanya.
“Ah, ngga, tante. Eh, tante kok tahu sih tempat aku sekolah?”
“Ya iya lah, tuh di baju seragam loe ada bacaan tempat sekolah loe.” dia menunjuk lengan kananku.
“Oh iya, tante.” aku baru sadar.
“Tadinya sih aku mau kabur, tp ngga bisa ya?” lanjutku.
“Enak aja loe mau kabur, habis dapat nikmat seenaknya kabur.”
“Emang nikmat, tante. hihihihihihi.” jawabku sambil meringis.
Akhirnya mobil berhenti di sebuah café.
“Dah nyampe, tante? Kirain mau ke hotel.” godaku.
“Enak aja loe, yg kemarin aja belum dibayar dah mau lagi. Udah, makan aja, belum makan kan lu?” jawabnya sambil membuka pintu mobil.
Kami duduk di meja pojok café itu, setelah memesan makanan dan minuman kami pun mulai ngobrol-ngobrol.
“Eh, nama loe siapa sih?” tanya tante itu.
“Fajar, tante.”
“Panggilnya jangan tante donk, emangnya gue kayak tante-tante.” katanya.
“Namaku Hesti.”
“Ya udah, panggil mbak aja ya?” kataku.
Lucu jg, setalah aku tidurin, baru sekarang aku tahu namanya. Mbak Hesti ternyata umurnya baru 27 tahun, lebih tua 10 tahun dari aku. “Maaf ya, mbak, kalau aku lihat mbak itu cantik, tp kok belum nikah sih, padahal umur mbak kan sdh cukup?”
“Siapa bilang belum nikah, emang waktu itu aku keluar darahnya kaya perawan?” jawabnya.
“Jadi mbak udah nikah, kalau ntar suami mbak tahu gimana? Bisa dibunuhnya aku.” aku kaget.
“Siapa bilang jg aku punya suami?”
“Maksud mbak Hesti?”
“Ya aku udah pernah nikah, tp sdh cerai.”
Makanan yg dipesan pun datang, kami pun melanjutkan percakapan sambil makan.
“Nah, kamu sendiri udah punya pacar belum, Jar?” tanya Mbak Hesti.
“Belum, mbak, ini jg lagi nyari. Nyari cewek kan mesti ada modalnya. Nah, itu yg susah, mbak.” jawabku.
“Eh, mbak di rumah itu tinggal sendiri ya, emang keluarga mbak di mana?”
“Ada kok, cuma malas aja tinggal sama keluarga.”
“Emang kenapa, mbak?”
“Setelah aku cerai, keluargaku pada nyalahin aku, katanya aku gak bisa jadi istri yg baik. Padahal kan aku cerai jg karena suamiku yg suka main tangan.”
“Mungkin mbaknya jg sih yg galak, makanya suaminya kaya gitu.” kataku.
“Siapa bilang aku galak?” Mbak Hesti balik bertanya.
“Nah, waktu itu aja mbak marah-marah mulu ke aku, pake ngatain goblok lagi.”
“Hahahahahaha… aku memang sengaja kali, suka aja lihat ekspresi muka kamu.” Mbak Hesti tertawa puas. “Kamu jg sih, kayak yg ngga ada kerjaan aja pake acara ngikutin pantatku.” lanjutnya.
“Iseng aja kali, mbak, sambil nyobain motor baru. hihihihihihi.”
“Dasar loe! Udah yuk, kamu yg bayar ya!”
”Hah!” aku terkejut, kalau aku jumlahin semua yg dipesan tadi harganya hampir 200 ribu, sedangkan uang jajan sehariku hanya 20 ribu.
“Kenapa? Gak punya uang ya?” tanya Mbak Hesti.
Aku hanya meringis. Kemudian Mbak Hesti memanggil seorang pelayan dan menyuruh mencatatnya. Kami pun kembali menaiki mobil dan kembali berbincang-bincang di dlm.
“Sekarang kita mau kemana lagi, mbak? Mau nonton ya?” tanyaku.
“Ngapain jg nonton, sekarang kita ke hotel lah.”
“Hah! M-mau ngapain, mbak?”
“Yah, kamu… ya mau kayak kemarin lagi lah, emang ngga mau ya?”
“Bukan ngga mau, mbak, yg kemarin aja belum bayar, terus kalau sekarang lagi kan jadi sejuta, mau gimana aku bayarnya?”
“Hahahahahahahaha…” Mbak Hesti hanya tertawa.
“Lagian Mbak Hesti kenapa sih kerja kaya gitu, kan masih banyak kerjaan lain yg lebih baik.” lanjutku.
“Enak aja, emang gue cewek apaan?”
“Lha itu, minta bayaran.. kalau yg gitu kan sama kayak yg suka mangkal ntuh…”
“Hahahahahahaha… aku cuma becanda kali. Café yg tadi tuh punya aku, trus ngapain jg minta bayaran sama anak sekolah? Lagian selain mantan suamiku tuh, cuma kamu yg sdh nidurin aku.”
“Pantesan aja tadi cuma dicatet doank, gak bayar. Kirain ngutang, mbak. Hehehe… jadi gak usah bayar ya?” ploooong rasanya.
“Mbak Hesti kan cantik, kok ngga nikah lagi sih atau nyari pacar lagi?” lanjutku.
“Banyak sih yg pada deketin, tp aku nya males, masih trauma untuk nikah lagi. Mendingan sama kamu aja, brondong. Jadi gak bakalan ngajakin nikah gitu.” katanya sambil ngeledek mencolek daguku.
Tak terasa mobil sdh sampai di sebuah hotel berbintang. Setelah check-in, kami pun langsung naik menuju kamar yg sdh dipesan tadi.
“Kunci pintunya, Jar.” Mbak Hesti langsung merebahkan badan di kasur.
“Kenapa aku sih, mbak?” tanyaku sambil mengunci pintu.
“Maksudnya, Jar?”
“Yah, setelah 4 tahun cerai, kenapa baru sama aku Mbak Hesti berhubungan badan? Apa lagi baru bertemu udah langsung ngasih liat pantat gitu.” kataku.
“Ngga tahu jg ya, kasihan kali…”
“Kasihan kenapa, mbak?” tanyaku bingung.
“Ya kasihan aja yg pengen liat pantat sampai ngikut-ngikuti gitu. Ya sdh, aku kerjain aja sekalian. Eh, malah kebawa terus sampai ditidurin.” katanya santai.
“Terus kenapa masih malah ngehubungi lagi? Jangan bilang mau nagih hutang deh…”
“Ngga jg, gue lagi bete aja.”
“Kalau ngajak ke hotel pasti pengen ditidurin lagi ya?” tanyaku lagi.
“Yee… kepedean kamu, orang mau istirahat aja kok.” Mbak Hesti coba berkelit.
“Bohong ah.” jawabku.
“Udah ah, cepetan sini, Jar!” Mbak Hesti memintaku ke ranjang.
“Mau ngapain, mbak?” jawabku meledek.
“Eh, ngga aku kasih pantat nih!” Mbak Hesti melotot.
“Iya-iya deh, mbak.” aku pun menghampiri Mbak Hesti yg sdh ada di atas ranjang.
“Mau apa dulu, Jar, meqi, buah dada, atau bokong dulu?” tanyanya ringan.
“Hmm, boleh gak mbak kalau aku minta bibir dulu, soalnya bibir mbak nggemesin banget. Waktu kemaren jg aku pengen banget nyium bibir mbak.”
“Ih, dasar bodoh! Kenapa kemaren gak kamu cium aja, Jar?”
“Takut mbaknya marah, mana galak banget lagi kemaren.”
“Hahahahahaha… ya udah, sini, mana bibirmu?”
Aku pun langsung melumat bibir Mbak Hesti penuh nafsu, namun baru beberapa saat, dia menghentikannya.
“Pelan-pelan donk, Jar, diresapin gitu. Baru pertama kali ciuman ya?” tanya Mbak Hesti.
Aku hanya mengangguk, memang itu baru pertama aku ciuman. Lalu Mbak Hesti mulai mengajari cara ciuman. Mulai kecupan-kecupan kecil, saling menghisap bibir, dan kemudian saling mengulum lidah dgn nafsu. Memang kurasa sangat nikmat sekali. Lalu tangan Mbak Hesti menuntunku ke buah dadanya. Aku merespon dgn meremas-remas buah dadanya. Penisku sdh otomatis ngaceng. Lalu aku pun membalas menuntun tangan Mbak Hesti ke penisku yg masih terbungkus celana. Mbak Hesti meremas-remasnya.
“Buka dulu bajunya ya, Jar.”
Kami pun membuka baju satu persatu sampai telanjang. Lalu Mbak Hesti menyuruhku terlentang. Lalu dia menaikiku secara berlawanan hingga penisku di mulutnya dan meqinya di mulutku. Kamipun saling menjilat. Kurasakan meqi Mbak Hesti sdh basah dari tadi. Cukup lama kami saling menjilat hingga akhirnya tubuh Mbak Hesti menggeliat dan keluar cairan dari dlm meqinya.
“Ahhh… aku dah keluar, sayaaang!” dia berteriak keenakan.
Tak lama kemudian, Mbak Hesti menaiki tubuhku dan memasukkan penisku ke meqinya. Dia bergoyang dgn hebatnya, buah dadanya yg gede sampai bergetar-getar. Lima menit kemudian, Mbak Hesti mencapai orgasmenya yg kedua.
“Ooogghhhhh… Fajar sayang, aku keluar lagi!” tangannya mencengkeram lenganku kuat-kuat.
“Mbak Hesti kalau mau keluar lagi bilang-bilang ya, mbak.” aku berkata.
“Emang kenapa, Jar?”
“Ngga apa-apa, mbak. Kalau nanti Mbak Hesti mau keluar, ntar aku bukain deh pintu kamarnya. Hehehe…”
“Dasaaar!” Mbak Hesti memukulkan bantal ke wajahku.
“Sdh, gantian kamu yg di atas tubuh mbak.”
Aku pun mulai menaiki tubuh Mbak Hesti yg sdh terlentang mengangkang. Perlahan-lahan penisku kumasukkan ke dlm meqinya. Kukocok-kocok meqinya sambil kumainin itilnya.
“Terus, Jar! Oooohhh…” desahnya penuh nikmat.
“Iya, mbak.” aku menyahut.
Mbak Hesti lalu menarikku ke pelukannya, bibirku langsung dilumatnya mesra. Dgn penuh nafsu, aku pun membalas cimuannya sambil tak berhenti mengocok meqinya. Tanganku mulai meremas-remas buah dadanya yg gede itu. Tak lama kemudian, Mbak Hesti mencapai orgasme lagi, namun aku tak menghentikan kocokan dan ciumanku. Gairahku semakin tinggi dan tak bisa kutahan lagi. Hingga akhirnnya…
Creett.. Creett.. Creett.. Creett..! spermaku menyembur menghujam memenuhi meqi Mbak Hesti dan meluber sampai keluar.
Aku terkulai lemas terlentang. Disampingku, Mbak Hesti jg telantang sambil berusaha mengatur nafas dan mengelus-elus lembut meqinya.
“Nikmat, Jar?” tanyanya pelan.
“Nikmat sekali, mbak.” aku menjawab.
“Eh, tadi aku keluar di dlm, mbak, kalau Mbak Hesti hamil gimana?”
“Ya tinggal kamu nikahin aja, Jar.” jawabnya enteng.
Haduh, bukannya aku ngga mau. Mbak Hesti cantik dan kaya, tp kan aku masih sekolah, trus nanti gimana jg keluargaku?
“Kenapa diam, Jar, ngga mau ya?”
“Ngga kok, mbak. Mau aja, tp kan aku masih sekolah.”
“Hahaha… kena lagi lu, Jar.”
“Maksudnya?” jawabku bingung.
“Aku kan masih KB, jadi ngga mungkin hamil.”
“Oh, jadi ntar kalau main lagi bisa keluarin di dlm dgn tenang donk?”
“Jiah, jadi ngarep. Emang masih mau lagi?”
“He-eh, mbak.” jawabku singkat.
Sore itu kami melakukan hubungan badan sampai tiga kali dan sekali di bathtub kamar mandi hotel. Jam sembilan malam, aku baru diantar mbak Hesti ke sekolahanku lagi.
Sejak itu, kami jadi sering berhubungan. Bukan hanya hubungan badan, namun jg melibatkan perasaan. Aku sayang Mbak Hesti dan aku pun tahu dia jg demikian meski tak pernah diucapkannya.
Setahun setelah aku lulus sekolah, Mbak Hesti mengajaku menikah dan aku menyggupinya. Awalnya keluargaku menentangnya karena mereka berharap aku kuliah terlebih dahulu. Namun akhirnya aku bisa membuat mereka percaya dan mengizinkanku menikah. Aku tdk melanjutkan kuliahku, tp aku membantu Mbak Hesti menjalankan cafénya yg sdh membuka cabang. Sekarang kami sdh dikarunia seorang anak. Meski sampai saaat ini aku tdk pernah merasakan keperawanan wanita, namun aku tdk pernah menyesalinya. Sekarang aku hidup bahagia dgn seorang wanita yg umurnya 10 tahun lebih tua dariku.Beginilah ku bersama dengan seorang Perempuan cantik.